BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Pada
umumnya bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber
daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang
utama bagi manusia adalah tanah,air,dan udara. Tanah meripakan tempat manusia
untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai
komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat
dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik.
Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernapasan manusia.
Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi
yang baik.
Krisis
lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan
pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia
berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada
norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya
sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani.
Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya
terjadi penurunan secara drastic kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya
sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam.
Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
1.2.Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah mengenai Lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan etika lingkungan.
2. Apa
saja jenis-jenis etika lingkungan.
3. Bagaimana
teori tentang etika lingkungan.
4. Apa
saja prinsip-prinsip etika lingkungan.
5. Bagaimana
hubungan manusia dengan lingkungan alam.
6. Bagaimana
melestarikan lingkungan alam.
1.3.Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui definisi etika lingkungan.
2. Untuk
mengetahui jenis-jenis etika lingkungan.
3. Untuk
mengetahui teori tentang etika lingkungan.
4. Untuk
mengetahui tentang prinsisp-prinsip etika lingkungan.
5. Untuk
mengetahui hubungan manusia dengan lingkungan alam.
6. Untuk
mengetahui cara melestarikan lingkungan alam.
1.4.Metodologi
Penulisan
Pada
pembuatan makalah ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dari
buku-buku mengenai etika lingkungan hidup dan data dari internet. Sehungga
apabila dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama
dari sumber atau penulis lain harap dimaklumi dan merupakan unsure
ketidaksengajaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika Lingkungan
Etika
lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika
dan Lingkungan. Etika berasal
dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang
berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika,
yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi
adalah suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu
sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu
tidakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan etika
Keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap
orang.
Lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan
kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Jadi,
etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap
terjaga.
Adapun
hal-hal yang harus dperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan
sebagai berikut :
a. Manusia
merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehingga perlu
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia
sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga
terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan
penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
d. Lingkungan
disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup
lainnya.
Disamping
itu, etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap
alam, namun juga mengenai relasi diantara semua kehidupan alam semesta, yaitu
antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara
manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
2.2. Jenis-jenis Etika Lingkungan
Manusia merupakan salah satu bagian yang terintegrasi dengan
lingkungan. Sebagai makhluk hidup yang membutuhkan lingkungan, manusia memiliki
kewajiban untuk menghormati, menghargai dan menjaga nilai-nilai yang terkandung
di dalam lingkungan. Perilaku positif manusia dapat menyebabkan lingkungan
tetap lestari sedangkan perilaku negatifnya dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan.
Etika dapat dipandang sebagai kebiasaan hidup yang baik yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Etika berisikan aturan tentang
bagaimana manusia harus hidup yang baik sebagai manusia, perintah dan larangan
tentang baik buruknya perilaku manusia untuk mengungkapkan, menjaga, dan
melestarikan nilai tertentu, yaitu apa yang dianggap baik dan penting. Dengan
demikian etika berisi prinsip-prinsip moral yang harus dijadikan pegangan dalam
menuntun perilaku.
Etika lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku manusia
terhadap alam serta hubungan antara semua kehidupan alam semesta. Etika
lingkungan (etika ekologi) adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat
pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling
menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Prinsip
etika ekologi adalah: semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan
karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk
hidup dan hak untuk berkembang.
Etika lingkungan dapat dibedakan menjadi etika pelestarian
dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan
pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika
pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk
kepentingan semua mahluk. Etika ekologi dapat dibedakan menjadi etika ekologi
mendalam dan etika ekologi dangkal.
1. Etika Ekologi Dangkal
Etika
ekologi dangkal merupakan pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan fungsi
lingkungan sebagai sarana penyelenggaraan kepentingan manusia dan bersifat
antroposentris. Etika ekologi dangkal biasa diterapkan pada filsafat
rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik. Dalam hal ini,
alam hanya dipandang sebagai alat pemenuhan kebutuhan hidup manusia.
Poin-poin
penekanan dalam etika antroposentris adalah sebagai berikut.
- Manusia terpisah dari alam.
- Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
- Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
- Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
- Norma utama adalah untung rugi.
- Mengutamakan rencana jangka pendek.
- Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya di negara miskin.
- Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
Jenis
etika antroposentris.
- Etika antroposentris yang menekankan segi estetika alam (etika lingkungan harus dicari pada kepentingan manusia, secara khusus kepentingan estetika).
- Etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus (mendasarkan etika lingkungan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia).
2. Etika Ekologi Mendalam
Dalam
hal ini, alam dipandang memiliki fungsi kehidupan, patut dihargai dan
diperlakukan dengan cara yang baik (etika lingkungan ekstensionisme atau
preservasi). Karena alam disadari sebagai penopang kehidupan manusia dan
seluruh ciptaan. Untuk itu manusia dipanggil untuk memelihara alam demi
kepentingan bersama, kepentingan manusia dan kepentingan alam itu sendiri.
Berikut
adalah poin-poin yang ditekankan dalam etika ekologi.
- Manusia adalah bagian dari alam
- Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang
- Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang
- Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk
- Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai
- Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati
- Menghargai dan memelihara tata alam
- Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
- Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
2.3.Teori Etika Lingkungan
1. Antroposentrisme
Teori lingkungan ini memandang manusia sebagai ini memandang
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya
dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan
yang diambil dalam kaitan dengan islam, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya, yaitu: nilai
dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan etika hanya berlaku bagi
manusia.
Antroposentrisme selain bersifat amtroposentris, juga sangat
instrumentalistik. Artinya pola hubungan manusia dan alam di lihat hanya dalam
relasi instrumental. Alam ini sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga
apabila alam atau komponennya dinilai tidak berguna bagi manusia maka alam akan
diabaikan (bersifat egois).
Karena bersifat instrumentalik dan egoism aka teori ini
dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini
dianggap sebagai salah satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis
lingkungan yang terjadi. Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan
menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan
tidak peduli terhadap alam.
2.
Biosentrisme
Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk
hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia
yang mempunyai nilai, alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari
kepentingan manusia. Biosentrisme menolak argument antroposentrisme, karena
yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela oleh teori ini adalah kehidupan,
secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai
nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral
baik pada manusia maupun pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan
manusia sama-sama memiliki nilao moral, dan kehidupan makhluk hidup apapun
panas dupertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral,
bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia.
3. Ekosentris
Teori ini secara ekologis memandang makgluk hidup (biotic)
dan makhluk tak hidup (abiotik) lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika
diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun
tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk
hidup.
Salah satu versi ekosentrisme adalah Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh Arne Naess (filsuf Norwegia)
tahun 1973 dalam artikelnya “The shallow
and the Deep, Long range Ecological Movement” A summary”. DE menurut suatu
etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup
seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.
4.
Zoosentrisme
Etika lingkunngan zoosentrisme adalah etika yang menekankan
perjuagan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan
binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini,
binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa
senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika
ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar modal.
Menurut The Society for the Prevention of
Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara
moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
5. Hak Asasi Alam
Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi,
namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan
berkembang. Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak,
meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada
dan tercipta untuk kelestarian ala mini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk
hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai instrinsik yang
menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan
demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang
sebagai objek eksperimen tidak dapat dibenarkan.[4]
2.4. Prinsip-prinsip Etika
Lingkungan
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi perilaku kita dalam berhadapan
dengan alam, terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu:
1. Sikap
Hormat terhadap Alam
Hormat
terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari
alam semesta seluruhnya
2. Prinsip
Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu
melainkan jugakolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa,usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara
nyata untukmenjaga alam semesta dengan isinya.
3.
Prinsip Solidaritas
Yaitu
prinsip yang membangkitkan
rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hiduplainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
4.
Prinsip
Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip
satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkanbalasan,
tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapisemata-mata untuk alam.
5.
Prinsip
“No Harm”
Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusiamempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadapalam, paling
tidak manusia tidak akan mau merugikan alamsecara
tidak perlu
6.
Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Ini
berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harusdibatasi. Prinsip ini
muncul didasari karena selama ini alamhanya sebagai obyek eksploitasi dan
pemuas kepentingan hidup manusia.
7.
Prinsip Keadilan
Prinsip
ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semuakelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukankebijakan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam,dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secaralestari.
8.
Prinsip Demokrasi
Prinsip
ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaankeanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitandengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
9.
Prinsip Integritas Moral
Prinsip
ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap danprilaku moral yang
terhormat serta memegang teguh untukmengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumberdaya alam.[5]
2.5. Hubungan Manusia Dengan
Lingkungan Alam
Sebagai makhluk, kedudukan manusia adalah bagian dari kosmos
(alam semesta). Oleh sebab itu keberadaanya tidak pernah lepas dan selalu
dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitarnya (Jalaludin,2003:32). Kondisi yang
demikian menuntutnya untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
alam disekitarnya agar dapat berkembang dan hidup dengan baik dan normal (Ahnad
dan Uhbiyati,2001:217). Hubungan manusia dengan alam sebagaibagian dari
ekosistem bersifat holistic, sebab: satu,
segala sesuatu itu saling berhubungan. Dua, keseluruhan lebih dari pada
penjumlahan bagian-bagian. Tiga, makna tergantung pada konteksnya, sebagai
lawan dari “independensi konteks” dari “mekanisme”. Empat, merupakan proses
untuk mengetahui bagian-bagian. Dan lima, alam manusia dan alam non manusia
adalah satu (J.Sudriyanto dan Santoso,2000:72).
Maka dari itu, masalah lingkungan alam adalah masalah yang
paling berpengaruh (penting) bagi keberlangsungan hidup manusia. Sehingga
menuntut perhatian dan perlakuan khusus dari semua pihak, baik dalam konteks
pemanfaatannya maupun dalam pelestariaannya.
2.6. Melestarikan Lingkungan Alam
a. Menanamkan
Kesadaran Ber-Etika Lingkungan
Manusia adalah
makhluk-Nya yang paling potensial dibandingkan dengan yang lain (Jalaluddin,
2003:33). Beragam kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan-Nya yang
lain mereka miliki (Purwanto, 2002:7). Kiranya anugerah Tuhan tersebut tidaklah
berlebihan, mengingat tugas dan tanggung jawab mereka (manusia) yang juga
paling besar dan paling menentukan kelangsungan hidup seluruh makhluk-Nya.
Bertolak dari realita ini, manusia seharusnya berupaya keras untuk memanfaatkan
potensi yang ada sebaik dan semaksimal mungkin. Namun tidak demikian selamanya,
ada di antara mereka lebih mengikuti hawa nafsunya, yaitu kecenderungan jiwa
yang salah (Kafie, 2003:48). Akibatnya, kini kita menyaksikan berbagai
kerusakan pada lingkungan alam kita, baik itu yang terjadi di darat, di laut
maupun pada lingkungan udara. Hal ini telah diisyaratkan Allah di dalam
al-Qur’an, yaitu: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada manusia sebagian
dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar” (Q.S.
ar-Ruum:41).
Langkah awal
yang harus kita lakukan untuk menangani masalah ini adalah dengan
memperkenalkan dan mengajak mereka untuk melaksanakan prinsip-prinsip etika
lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Etika lingkungan yang dimaksud adalah
“sikap tanggung jawab terhadap alam, yaitu mengenai keutuhan biosfer maupun
generasi-generasi yang akan datang” (Suseno dalam Santoso 2000:6).
Upaya
penumbuhan kesadaran ber-etika lingkungan harus dimulai dari pengetahuan kita
tehadap unsur-unsur etika lingkungan. Suseno (dalam Santoso, 2000:64) menjelaskan
bahwa unsur-unsur etika lingkungan hidup baru, di antaranya: manusia harus
belajar untuk menghormati alam, harus memberikan suatu perasaan tanggung jawab
khusus terhadap lingkungan lokal, karena manusia bagian dari biosfer maka ia
harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer, etika lingkungan
hidup baru menuntut larangan keras untuk merusak, mengotori dan meracuni, dan
solidaritas dengan generasi-generasi yang akan datang. Atas dasar itu,
seseorang dikatakan memiliki kesadaran ber-etika lingkungan, jika ia telah
memiliki kemampuan memahami, memikirkan dan menginsyafi makna lingkungan,
kegunaan dan kemanfaatan serta hakekat dari keberadaan lingkungan itu di dunia
ini (Ghazali, 1996:30).
b. Unsur-unsur
Pendukung dan Penghambat
Upaya menanamkan
kesadaran ber-etika lingkungan akan efektif dan efisien jika memperhatikan dan
berpijak pada unsur-unsur pendukung, yaitu: (a). Mengingat
peran kaum perempuan yang begitu besar, kebangkitan mereka saat ini
meniscayakan tercapainya pembangunan berwawasan lingkungan (Salim, 2000:177), (b)
Melihat terjadinya kerusakan lingkungan yang parah dan pengaruhnya yang sangat
merugikan, para pemimpin semua agama di dunia mulai berfikir dan turut andil
dalam mengembangkan etika lingkungan (Salim, 2000:177) (c)
Bangkitnya komitmen politik para pemimpin negara-negara di dunia untuk
menanggapi tantangan kerusakan lingkungan di masa depan, terutama setelah
adanya KTT bumi 1992 di Rio de Jenairo (Salim, 2000:177), (d)
Berkembang biaknya lembaga swadaya masyarakat di seluruh penjuru dunia (Salim,
2000: 178); dan (e) Adanya keterlibatan masyarakat secara
langsung dalam memecahkan masalah lingkungan (Salim, 2000:178).
Upaya
penumbuhan kesadaran ber-etika lingkungan juga tidak lepas dari berbagai
hambatan. Masalah hambatan ini penulis bahas secara singkat, yaitu: (1)
Adanya paradigma pengetahuan mengenai kehidupan yang sifatnya mekanistik, yaitu
kehidupan yang berorienasi pada upaya peng-kayaan dengan menghalalkan segala
cara (Capra, 2002:15), Paradigma seperti itu telah mengakar kuat di benak
masyarakat kita, di mana hal itu sangat bertentangan dengan cara pandang era
sebelum 1500-an (Capra, 2000:51). (2) Adanya keinginan
sebagian manusia untuk menghasilkan produk sebanyak mungkin pada waktu
sesingkat mungkin dan modal sesedikit mungkin (Resosoedarmo dkk, 1993:168), (3)
Di masyarakat Negara berkembang, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
tidak memadai dan masih minim (Mangunjaya, 2006:38), (4) Di
bidang politik, masih banyak partai politik yang kurang peduli terhadap
pelestarian lingkungan. Sebab, persoalan lingkungan merupakan program jangka
panjang yang berlawanan dengan perspektif partai politik yang selalu bersikap
pragmatis untuk mempertahankan kekuasaan dengan meningkatkan pembangunan sektor
ekonomi (Mangunjaya, 2006:138), (5) Di bidang hukum, lemahnya
penegakan hukum di bidang lingkungan, akibat dari dampak desentralisasi dan
reformasi (Mangunjaya, 2006:136), (6) Adanya pembangunan yang
kurang ramah lingkungan karena perencanaan dan motivasi yang tidak memihak pada
kelestarian lingkungan (Salim, 2000:175-176), (7) Tidak
seluruh kalangan dan semua lapisan memahami bahwa permasalahan sosial juga
berdampak pada aspek lingkungan hidup yang lain, yaitu pada tumbuhnya dorongan
pengurasan SDA secara tidak terkendali. Permasalahan sosial yang dimaksud di
antaranya: masalah kemiskinan (Purba, 2005:5), ajaran tradisional, bahwa
orang harus hidup sesuai dengan kedudukan dan pangkatnya (Soemarwoto, 2004:84),
dan pola hidup yang konsumtif, (Soemarwoto, 2004:83).
c. Strategi Menanamkan
Kesadaran Beretika Lingkungan
Secara umum,
strategi yang dibuat harus mengacu pada beberapa aspek pokok, seperti:
menawarkan paradigma baru yang disebut dengan pandangan dunia holistik, yaitu
pandangan yang mencerminkan bahwa manusia adalah bagian dari lingkungan tempat
hidupnya (Capra, 2002:16). Dalam pandangan ini, kehidupan manusia tidak bisa
dipisahkan dari ekosistemnya, keselamatan dan kesejahteraannya tergantung dari
keutuhan ekosistem tempat hidupnya (Soemarwoto, 2004:83). Sehingga terbentuk
sikap dan perilaku sadar akan kelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan
hidup demi kelangsungan manusia dan alam lingkungan (Resosoedarmo dkk,
1993:169).
1. Pemerintah
Berdasarkan
undang-undang lingkungan hidup, No. 23/1997, tentang pengelolaan lingkungan
hidup, bab IV, pasal 10, ayat 1 dan 2, pemerintah berkewajiban untuk: (a)
mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran dan tanggung
jawab para pengambil keputusan dalam pengelolaan lingkungan hidup; (b)
mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan kesadaran akan hak dan
tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup”.
Strategi
pertama, melalui ‘Kampanye Nasional tentang penyelamatan lingkungan’, yang
mencakup penyadaran dan pemberdayaan masyarakat, agar cekatan dalam memerangi
setiap tindakan apapun dan pihak manapun yang dapat merusak lingkungan hidup. Kedua,
dengan ‘menegakkan hukum yang berlaku’, terutama hukum tentang lingkungan dan
regulasi tentang hutan lindung (Jawa Pos, 2006, 28 Desember:4). Ketiga,
membentuk ‘pusat studi lingkungan’ yang berkedudukan di sebuah universitas
negeri, di mana masing-masing mengarahkan pendidikan khusus, penelitian dan
usaha-usaha pelayanan umum yang cocok dengan bidang yang dimahirinya dan
menjadi keahliannya (Salim, 1993:160). Keempat, menerapkan dua
pendekatan, yaitu: pendekatan mekanisme insentif-disinsentif; dan kedua,
penataan bagi standar dan norma lingkungan, demikian Witoelar (Jawa Pos, 2007,
2 Januari:4). Kelima, dengan menempuh langkah-langkah operasional dalam
melakukan pembangunan industri berwawasan lingkungan (Juzar, 1995:92). Dalam
konteks masyarakat industri, langkah-langkah operasional yang dapat diterapkan
pemerintah adalah dengan mendorong mereka (pihak industri yang sudah ada) untuk
secara bertahap melakukan perubahan teknologi End of Pipe (EOP) ke
Celan Technology Process (CTP) (Juzar, 1995:91), sedangkan bagi industri
baru, pemerintah berkewajiban mendorong penggunaan CTP, di mana pemerintah akan
membantu pelayanan informasi (Juzar, 1995:91).
b. Kalangan Akademisi
Kalangan
akademisi bisa melakukannya dalam bentuk pengabdian, yang biasa dikenal dengan
istilah pemberdayaan, yaitu suatu untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat
dengan cara pengenalan dan penggunaan segenap potensi yang telah ada terpendam
dalam dirinya (Halim, 2005:154). Contohnya, melalui program Kuliah Kerja Nyata
(KKN) atau yang sejenis.
c. Kaum Perempuan
Peran yang bisa
mereka usahakan, pertama, sebagai ibu rumah tangga, berperan menjaga
kesehatan lingkungan rumah (Salim, 1986: 234). Kedua, selaku ibu
anak-anak, di sektor pendidikan, berperan dalam menanamkan kesadaran anak
untuk hidup dengan menerapkan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari
(Salim 1986:235). Ketiga, selaku isteri, berperan
mengelola penghasilan suami secara hemat dan sederhana sesuai penghasilan dan
kebutuhan (Salim, 1986:235). Keempat, sebagai anggota masyarakat,
dapat menjadi penyampai pesan yang berkaitan dengan pengembangan lingkungan
yang memperhatikan etika dan pembangunan di forum-forum yang biasa dipakai
(Salim, 1986:136).
d. Tokoh Masyarakat
Menurut Hardy
(2005:27), great individuals (tokoh-tokoh besar) sangat berperan dalam
terjadinya perubahan di masyarakat. Dalam masalah lingkungan, mereka bisa
melancarkan gerakan mengubah paradigma masyarakat untuk peduli terhadap
kelestarian dan pengembangan lingkungan. Inilah yang menurut pakar sosiologi
dinamakan dengan great individuals historical force.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Etika
lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya. Etika lngkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap
terjaga.manusia adalah bagian dari lingkungan yang tidak bisa dipisahkan, maka
perlu menjaga,menyayangi, dan melestarikan lingkungan. Karena lingkungan ini
diciptakan tidak hanya untuk manusia saja, tetapi seluruh komponen alam di
dunia ini.
Etika
lingkungan disebut juga etika ekologi. Etika ekologi dibedakan menjadi etika
ekologi dangkal dan etika ekologi dalam. Etika ekologi dangkal adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana
untuk kepentingan manusia, sedangkan ekologi dalam adalah pendekatan terhadap
lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan
kehidupan.
Teori
lingkungan diantaranya adalah: Antroposentrisme, Biosentrisme, Ekosentrisme,
Zoosentrisme, dan Hak asasi alam. Prinsip-prinsip lingkungan adalah: sikap
hornat terhadap alam, tanggung jawab, solidaritas, kasih sayang dan kepedulian,
tidak merugikan alam secara tidak perlu, hidup sederhana dan selaras dengan
alam, keadilan, demokrasi, dam integritas.
3.2. Saran
1. Agar
masyarakat peduli terhadap lingkungan alam sekitar, seperti tidak membuang
sampah sembarangan, serta tidak menebang pohon sembarangan.
2. Agar
menjaga fasilitas umum yang digunakan oleh hajat hidup orang banyak.
3. Agar
melestarikan hewan dan tumbuhan yang ada.
4. Agar
membuang sisa bahan industry atau limbah pabrik sesuai dengan ISO mengenai
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Hargrove,Eugene
C,Etika Lingkungan Dasar, Prentice
Hall:New Jersey,1989.
Soeriaatmadja,R.E,Ilmu Lingkungan, Bandung:ITB,2003.
http:www.al-hikam.or.id(16-5-2012:08.47)
http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian_etika_lingkungan.(16-5-2012:08.40)
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/pengertian_etika_lingkungan.(16-5-2012:08.40)
[2] Hargrove,Eugene C,Etika Lingkungan Dasar, Prentice
Hall:New Jersey,1989.
[3] http://blogs.itb.ac.id/sholihah/2011/08/24/etika-lingkungan/(16-5-2012:08.43)
[4] Soeriaatmadja,R.E,Ilmu Lingkungan, Bandung:ITB,2003.
[5] http:www.al-hikam.or.id(16-5-2012:08.47)
0 komentar: